Insiden penyiraman air teh yang
dilakukan oleh Munarman, juru bicara Front Pembela Islam (FPI), yang menjadi
narasumber di salah satu televisi swasta melalui dialog interaktif kepada
Thamrin AT, sosiolog UI yang juga menjadi narasumber, menuai berbagai kecaman
oleh masyarakat. Melalui sosial medianya, mereka menghujat aksi yang dinilai
tidak beretika tersebut.
Dalam dialog tersebut, Munarman dan
Thamrin AT menjadi narasumber untuk topik penutupan tempat-tempat maksiat
menjelang Ramadhan. Dialog tersebut membahas tentang niat polisi untuk
menindak tegas ormas yang melakukan sweeping selama bulan Ramadan. Dalam
dialog tersebut, terlihat Munarman emosi terhadap Thamrin ketika ia sedang
menjelaskan pandangannya, lalu dipotong oleh Thamrin. Akhirnya, ‘tumpahlah’
emosi Munarman yag diwujudkan dalam bentuk penyiraman air teh kepada Thamrin
AT.
Dialog tersebut harusnya berjalan
damai, tidak perlu ‘memuntahkan’ emosi yang ada. Apalagi, melihat seorang
Munarman yang mewakili salah satu ormas Islam. Seharusnya ia dapat lebih
berkepala dingin dalam menghadapi lawan bicaranya. Ia telah merusak citra Islam
di mata orang awam, dan juga semakin memperburuk citra FPI di mata masyarakat.
Selama ini,masyarakat berpandangan
kalau FPI merupakan organisasi tak tahu aturan, anarkis pembuat kerusuhan di
mana-mana, radikal dan tidak suka damai. Hal ini berdasarkan beberapa kasus di
Indonesia yang selalu memberitakan bahwa FPI selalu ‘menasihati’ melalui jalan
kekerasan, seperti menghancurkan tempat-tempat maksiat.
Padahal kalau kita lihat dasar
berdirinya FPI tersebut, maka sesungguhnya visi mereka sangatlah mulia. Mereka
adalah orang-orang yang sangat peduli akan syari’at Islam dan ingin memberantas
kemaksiatan seutuhnya di negeri ini. Niat mulia ini tercoreng dengan beberapa
aksi kekerasan dan ditambah lagi penyiraman Munarman kepada Thamrin AT.
Gara-gara perbuatan satu oknum, nama seluruh FPI menjadi tercoreng, bahkan nama
Islam pun ikut tercoreng.
Sebagai muslim, tentunya kita tahu
bahwa Islam mengajarkan kedamaian dan kelemahlembutan kepada kita dalam
berbagai hal, tak terkecuali berdialog atau berdidkusi. Rasulullah juga telah
mengajarkan kepada kita tata cara berdiskusi yang baik dan benar. “Bukanlah
seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat dan berkata-kata keji.”
(HR Tirmidzi dengan sanad shahih). Hadist ini mengajarkan kepada kita untuk
menghindari meluikai perasaan orang lain dalam berdebat.
Islam saat ini sedang dalam kondisi
terpuruk, yakni di mana banyak pemberitaan negatif tentang Islam. Seperti
pemberitaan terorisme, seringkali dikaitkan atau bahkan diidentikkan dengan
Islam. Menggambarkan Islam merupakan agama yang tidak damai. Ini tentu saja tidak benar, bahwa Isla adalah agama
yang sangat mencintai kedamaian. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan jika seorang di antara
orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia
supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang
aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui,” (QS
at-Taubah [5]: 6).
Ayat di atas jelas menerangkan dan
memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik dan mengasihi kepada sesama,
sekalipun terhadap orang-orang musyrik. Jika kepada orang musyrik saja kita
diperintahkan untuk saling mengasihi, maka lebih-lebih kepada sesama muslim.
Bahkan, sesama muslim itu sesungguhnya adalah saudara.
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10)
Jika kita berpegang kepada prinsip Islam dalam bertindak, maka insiden
penyiraman yang dilakukan oleh jubir ormas Islam, Munarman, kepada Thamrin AT
tidak perlu terjadi. Insiden itu menggambarkan minimnya pemahaman dan
penghayatan Islam seorang muslim dalam aplikasi hidupnya. Apalagi, insiden itu
juga dapat disaksikan oleh beribu pasang mata. Dengan itu, orang juga akan
semakin mengganggap Islam itu benar-benar agama yang tidak gemar kedamaian,
terutama bagi orang awam. Dan tidak mustahil insiden itu bakal ditiru oleh
anak-anak yang masih polos.
Melalui pengaplikasian ajaran Islam yang menyeluruh, maka hidup ini akan
mudah dan terkoodinir secara apik. Sehingga segala sesuatu tidak akan
menjadikan seorang muslim beban dan luapan emosi bagi dirinya. Jika tidak, maka
statusnya sebagai seorang muslim akan hanya menjadi identitas tanpa makna.
Karena Islam telah memberikan koridor yang lurus bagi tiap-tiap muslim yang
mengikutinya, sehingga mat Islam mempu dan tidak gelagapan apalagi terpancing
emosi dalam pebuatannya. Dan insiden penyiraman ole Munarman kepada Thamrin
tidak perlu terjadi. Seharusnya.
ya begitulah kalo orang-orang yang sok keminter kadang etikanya terlewatkan, bisa jadi dia cuma baca kitabnya aja dari luar tetapi belum meresapi isinya.
BalasHapusyaya. Tidak totalitas dalam Islam,,
Hapus