Minggu, 01 April 2018

Kekalahan PSMS dan Kasus Suap 38 Anggota DPRD Sumut


Liga 1 baru saja dimulai. Ya, liga ini merupakan liga sepak bola di Indonesia yang menggantikan liga sebelumnya. Hal yang membedakannya adalah pihak mitra penyelenggaranya. Ditambah lagi, ada ketambahan tim-tim baru, seperti Bhayangkara FC, dll. Selain itu juga ada beberapa tim yang promosi dari Liga 2.

Nah, tapi yang menarik adalah promosinya PSMS (Persatuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya) di Liga 1 ini. Setelah dulu sempat berjaya di masa-masa 2007-an, atau masa-masa Mahyadi dkk, PSMS harus merasakan kejatuhan dengan buruknya manajemen tim. Alhamdulillah, tahun 2018 mereka bisa kembali menunjukkan kemampuannya dengan menjadi semifinalis Piala Presiden 2018, dan promosi ke Liga 1 ini.

Sebagai bentuk dukungan dan apresiasi, saya selalu menonton PSMS berlaga di Liga 1, tentu saja menonton di televisi. Biasanya saya menonton bareng sama teman satu SMP-SMA saya di kosnya, biar seru. Meskipun dua kali pertandingan ini, PSMS masih harus merasakan kekalahan, yakni melawan Bali United dan Bhayangkara FC.

Setelah sedikit kecewa PSMS kalah, lalu ternyata kekecewaan itu harus bertambah lagi. Ya, setelah nonton bareng tersebut, saya menonton berita yang isinya adalah Penetapan Tersangka kepada 38 Anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2012-2019 atas dugaan kasus Penyuapan yang dilakukan oleh terpidana – Mantan Gubernur Sumatera Utara – Gatot Pujo Nugroho yang sekarang sudah menjadi tahanan KPK [1]. Masygul. Ibarat luka terbuka yang ditaburi garam. Sangat perih.

Penetapan ini dilakukan oleh KPK melalui surat yang dikeluarkan oleh KPK kepada Ketua DPRD Sumut, Warigin Arman, tanggal 29 Maret 2018 dengan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 28 Maret 2018. Meskipun melibatkan anggotanya di parlemen, Warigin mendukung penyelidikan oleh KPK. Namun, dia meminta agar situasi tersebut tidak membuat warga geger agar stabilitas tetap terjaga karena, menurutnya, Sumut merupaan barometer (keamanan) nasional. Lagian, semuanya belum tentu bersalah, menurut Warigin.

Bagi saya, kabar ini kaget gak kaget. Kaget karena ternyata yang terlibat dalam kasus tersebut sebanyak 38 orang. Sebelumnya juga sudah ada anggota DPRD Sumut yang terjerak kasus yang sama, hanya jumlahnya tidak sebesar ini. Adapun yang membuat tidak kaget adalah karena hal tersebut terjadi di Sumatera Utara, yang sudah ”terkenal” dengan trackrecord-nya di kasus-kasus korupsi. Ironi memang. Tapi, demikianlah nyatanya.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII) terkait Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2017 pada 12 kota di Indonesia, Kota Medan menempati posisi terendah dengan 37,4 poin [2]. Meski hanya 12 kota yang disurvey, tetapi hal ini menggambarkan bagaimana korupsi masih melekat erat di kota tersebut [3]. Hal ini didukung oleh penetapan tersangka Walikota Medan, mulai dari Abdillah, Rahudman, dll.

Tidak hanya itu, Provinsi Sumut pun seakan tidak mau kalah dengan ibu kotanya sehingga menempatkan dirinya sebagai provinsi terkotup menurut versi ICW pada tahun 2015 [4]. Bahkan menurut versi KPK, Sumut termasuk jajaran 3 besar provinsi paling korup di negeri ini [5]. Tak heran jika kita melihat para gubernurnya yang seperti menunggu antrian untuk dipanggil KPK, mulai dari Syamsul Arifin hingga Gatot. Berdoa saja Tengku Erry tidak ikut “mengantri”.

Sebenarnya, KKN itu sudah sangat melekat di Sumut. Bahkan, ada satiran yang mengatakan bahwa singkatan SUMUT adalah Semua Urusan Menggunakan Uang Tunai. Ironis sekali, bukan? Sebagai salah satu provinsi besar, maka kasus-kasus korupsi tersebut memberikan pengaruh buruk bagi provinsi sekitarnya. Jika dikatakan Warigin bahwa Sumut adalah barometer, maka kasus korupsi yang terjadi di Sumut mungkin bisa jadi barometer kondisi bangsa ini. Ini menurut saya, sih.

Melihat praktik KKN di Sumut, maka kita cuma bisa gigit jari saja. Bagaimana tidak? Stereotipe yang terbangun di masyarakat adalah pola pikir KKN. Akan sering terdengar, “Kalau mau cepat, ya bayar lah”, “Kalau gak ada orang dalam, mana bisa?”, “Realistis aja lah, duit semuanya itu”, atau kalimat-kalimat lainnya yang sejenis. Apakah kalian merasakan kepedihan itu? Kalau terasa biasa-biasa saja, maka pasti ada yang salah. Semoga saja kita sama-sama resah ya.

Kembali lagi menanggapi kasus penetapan anggota DPRD Sumut tadi. Sebagai warga asli Medan, maka secara pribadi saya merasa malu. Selain itu, saya juga merasa semakin tertekan karena kasus tersebut memberikan tanda bagai saya agar lebih kuat pundaknya untuk membenahi kondisi tersebut. Ya, tambahan tugas bagi kami generasi muda Sumut.

Meskipun demikian, saya tetap harus optimis bahwa Sumut, dan Medan, bisa menjadi kota yang luhur. Keluhuran tersebut meliputi pemberdayaan masyarakatnya, sistem pemerintahannya, tata kotanya, dan lain sebagainya. Hal ini bisa dicapai melalui semangat para pemudanya yang sejak sekarang memikirkan tentang daerah asalnya, dalam hal ini Sumut.

Parameter dasar yang menjadi acuan apakah pemudanya bisa diandalkan atau tidak di masa mendatang adalah, mereka merasa resah dan tidak sepakat dengan kondisi Sumut yang sekarang. Jika merasa aman-aman saja, maka melalui tulisan ini, saya ajak untuk sama-sama merasakan resah dengan semua praktik negatif di provinsi Sumut.



“Boleh kecewa dengan pemerintahannnya, tetapi haram pesimis dengan provinsinya”


Pemuda Medan,

Abiyyu Fathin Derian



Referensi:







Selasa, 21 Juli 2015

Pengejawantahan Akal Mahasiswa Independen

Filosofi Genteng
Tahukah engkau genteng rumah? Pernahkah engkau melihat tumpukan genteng di pinggir jalan, terbengkalai di tanah dan pasir? Apa yang membedakannya dengan genteng yang berada di atas rumah-rumah manusia? Apakah mereka terbuat dari bahan yang sama? Jika iya, lalu, mengapa mereka berada di tempat yang berbeda?

Gamada independen, apakah yang pertama kali engkau rasakan ketika melihat namamu di pengumuman jalur masuk Teknik UGM? Apakah engkau merasa bahagia? Atau bahkan orang tuamu sampai menangis melihat nama anaknya, kamu, di pengumuman tersebut? Apakah ribuan pujian “selamat” untukmu mengalir dari orang-orang di sekitarmu? Banggakah engkau? Jika iya, cukupkah hanya bangga?

Rabu, 20 Agustus 2014

PPSMB, Asyik!

Manjadi mahasiswa merupakan salah satu kebanggaan tersendiri bagi kebanyakan kawula muda. Selain karena udah melepas seragam (yang artinya bebas, ciee yang bebas, hahaha... ), mereka juga udah menekuni ilmu sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Namun, sebelum mencapai itu semua, seorang mahasiswa baru (maba) harus melewati suatu proses yang namanya ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus), MAU TIDAK MAU!, HAHAHA *tertawa sinis..

Di mata sebagian besar maba, kata 'ospek' adalah sesuatu yang menyeramkan karena ospek identik dengan perpeloncoan, senioritas, pengkerdilan posisi di depan umum, bullying, dan lain sebagainya. Mereka disuruh memakai dan melakukan hal-hal aneh yang bahkan di luar batas kewajaran. bahkan di beberapa perguruan tinggi, kegiatan ospek ini sering membawa korban, baik luka-luka maupun meninggal, ih... serem banget ya teman-teman. Tentu saja ini semakin menambah ketakutan para maba.

Tidak hanya maba, sebagai aktor, yang merasa ketakutan, tetapi orang tua maba juga merasakan ketakutan, bahkan melebihi ketakutan si maba sendiri. Orang tua merasa cemas dan was-was anaknya dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan, beberapa di antara orang tua tersebut, mereka menunggui anaknya di kampus selama ospek berlangsung. Akhirnya, kegiatan ospek menjadi suatu momok bagi maba dan mendapatkan kesan negatif bagi orang tua maba (ane setuju bu,,, Lho? Lho?).

Sebagai universitas terbaik di Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM) menjawab permasalahan ospek di atas dengan meluncurkan sebuah kegiatan yang bernama Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru (PPSMB). Kegiatan ini adalah bentuk revolusi dari kegiatan ospek yang selama ini berkonotasi buruk. Tidak seperti ospek lainnya, di kegiatan ini bisa dijamin deh sangat berbeda dengan ospek kebanyakan. Nggak bakalan ada bentak-bentak, hukuman fisik, hukuman tidak wajar, hukuman tidak etis, hukuman pancung, hukuman potong tangan, hukuman mati,.. eits-eits.. CUKUP! (kebablasan, wkwk).

Dan nggak hanya itu nih teman-teman, PPSMB itu adalah ajang untuk mempersiapkan sumberdaya manusia dengan menjadikan mahasiswa baru menjadi pembelajar yang sukses, unggul, cerdas, dan profesional di bidangnya, serta mampu bersaing dalam percaturan global. Wah, keren banget ya teman-teman, selain memperkenalkan lingkungan kampus, ternyata PPSMB juga merupakan kegiatan bermanfaat untuk si maba sendiri. Sukses deh PPSMB! PPSMB!, GOOD...   PPSMB!, GOOD...   PPSMB!, GOOD... :D

Ya, acara yang diramal bakal lebih seru ketimbang Indonesian Idol ini bakal diselenggarakan pada tanggal 18-24 Agustus 2014. Seluruh peserta adalah Gamada (Gadjah Mada Muda, sebutan bagi maba UGM) angkatan 2014 dari seluruh jalur, baik SNMPTN, SBMPTN, UTUL maupun PBU. Mereka semua adalah maba-maba terpilih dari puluhan ribu cama (calon mahasiswa) yang mencoba masuk ke UGM. Selamat deh buat teman-teman Gamada, hehehe... :D

Uniknya lagi teman-teman, dengan acara PPSMB ini juga, para maba saling mengenal, bahkan sampai-sampai ada yang cinlok (cinta loker, haha, bukan-bukan, cinta lokasi, kok, hehehe Viss... :D). Ini semua adalah kelebihan PPSMB dibandingkan dengan ospek. Dengan PPSMB, kita kayak udah ngerasa jadi mahasiswa beneran karena kita didewasakan, tidak dikucilkan, bahkan dihargai. Beda banget sama ospek yang sangat menuhankan senioritas. Makanya, gak heran kalau pada perjalanannya, UGM meraih prredikat sebagai Universitas Terbaik di Indonesia. Ini semua karena kemajuan berpikir mahasiswa UGM yang sejak awal sudah diajak berkegiatan secara dewasa. Salut deh sama UGM, hehehe, UGM!, GOOD...   UGM!, GOOD...   UGM!, GOOD..., hahaha

Dari semua uraian sistematif dan kolaboratif di atas, cieeh, bahasanya nggak nahan, broooo, hahaha... :p, PPSMB adalah kegiatan yang sangat menguntungkan dan mengasyikkan. Kalian bakal rugi kalau gak ikut PPSMB. Bagi Gamada, tentu enak udah bisa ikut PPSMB, kelewatan banget yang gak ikut... :@. Tetapi, bagi cama, maka ayo buruan masuk UGM. UGM ada 18 fakultas lho, universitas dengan jumlah fakultas terbesar se-Indonesia. Makanya gak udah takut gak kebagian tempat. Asal kalian berlajar sungguh-sungguh dan berdoa, maka Insya Allah, kalian menjadi Gamada, AMIIIINN, dan bisa ikut PPSMB, :)


Ospek, Siapa takut?

Manjadi mahasiswa merupakan salah satu kebanggaan tersendiri bagi kebanyakan kawula muda. Selain karena udah melepas seragam (yang artinya bebas, ciee yang bebas, hahaha... ), mereka juga udah menekuni ilmu sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Namun, sebelum mencapai itu semua, seorang mahasiswa baru (maba) harus melewati suatu proses yang namanya ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus), MAU TIDAK MAU!, HAHAHA *tertawa sinis...

Selasa, 06 Mei 2014

Wisata Akhir Tahun yang Menggelorakan dalam Forum Pelajar Indonesia 5

Hijau peserta FOR 5

Tanggal 18-22 Desember 2013 mungkin menjadi kado penutup akhir tahun bagi saya karena saya berkesempatan mengikuti Forum Pelajar Indonesia (FOR) 5 yang diselenggarakan oleh Indonesia Student and Youth Forum (ISYF), sebuah lembaga yang memusatkan kegiatannya dalam pemberdayaan pelajar dan pemuda, di Jakarta. Acara ini diikuti oleh 256 pelajar terpilih se-Indonesia dari jumlah pendaftar 1031 pelajar, termasuk saya,  yang diseleksi dengan mengirimkan persyaratan berupa pengisian formulir, pembuatan video singkat tentang ekspresi kecintaan terhadap Indonesia dan penulisan esai tentang program dan cita-cita terhadap bangsa Indonesia. Tema yang diusung dalam FOR tahun ini adalah “Ayo Kreatif demi Indonesia”, dengan harapan para pelajar dapat mengeluarkan kreativitasnya demi memajukan Indonesia.

Narsis di awal persuaan
Saya mewakili delegasi DIY bersama sembilan teman saya yang tersebar dari 4 sekolah se-DIY, yakni MA Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, MA Mu’allimaat Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan SMAN 2 Bantul. Sebenarnya kami bersebelas, namun satu diantara kami mengundurkan diri karena ingin fokus ujian. Tahun ini, delegasi DIY mengalami peningkatan perwakilan dibandingkan tahun 2012, yakni 6 pelajar. Persiapan yang kami lakukan sebelum berangkat ke Jakarta sangat banyak, mulai dari pengecekan administrasi, koordinasi antarsesama dan latihan cultural performance seminggu tiga kali, dan itu dilakukan selama masa Ujian Akhir Sekolah (UAS) di Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Tidak terbayang bagaimana letihnya. Memang dalam FOR 5, setiap provinsi wajib menampilkan penampilan kebudayaan daerahnya masing-masing.

Ketika keberangkatan, kami membagi menjadi 2 kloter, yakni kloter pertama tanggal 16 sore menggunakan travel (7 pelajar) dan kloter kedua tanggal 17 sore menggunakan kereta api (3 pelajar) karena sebagian masih melaksanakan UAS. Akhirnya kami berkumpul kembali pada tanggal 18 Desember subuh di Wisma Ragunan, Jakarta, tempat stay peserta selama acara. Setelah itu, kami langsung berkenalan dengan para peserta lain yang memang kebanyakan berasal dari luar Pulau Jawa sehingga datang beberapa hari sebelum acara dimulai. Mereka ada yang dari Bengkulu, Sumatera Barat, Kalimantan Timur dan masih banyak lagi. Benar-benar berasa Bhinneka Tunggal Ika.

Registrasi dibuka tanggal 18 Desember 2013 pukul 07.00-09.00 WIB, setelah itu peserta disuruh untuk bersiap-siap guna mengikuti pembukaan di gedung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KEMENPAREKRAFT) dan Talkshow serta Gala Dinner. Sebelum keberangkatan, kami mengikuti pengarahan dari Kang Fajar Kurniawan, Ketua ISYF dan Kak Fikri, ketua panitia FOR 5. Kami dibagi ke dalam 5 bus, saya masuk di Bus 1. Perjalanan melintasi kota Jakarta yang dibingkai dengan gedung-gedung pencakar langit kami isi dengan perkenalan dan beberapa games dari kami sendiri. Cukup sederhana tetapi sangat bermakna. Jadi rindu masa-masa ini. Hehe.

Senam di Monas
Setibanya di Gedung Kemenparekraft, kami disuruh masuk ke dalam gedung Sapta Pesona. Di dalam gesung inilah FOR 5 dibuka oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (MENKOKESRA) RI yang diwakili oleh Direktur Jenderal bidang Pariwisata KEMENKOKESRA. Beliau menumpukan harapan kepada para pelajar di negeri ini sebagai generasi pembaharu RI. Tidak hanya itu, acara pembukaan juga disuguhi oleh penampilan tari dari Grup Tari UNJ, paduan suara oleh siswa-siswi SMAN 3 Sukabumi dan penampilan drama oleh Teater JEBEW. Seusai pembukaan, kami semua mengikuti Talkshow yang diisi oleh Pejabat dari Kemenparekraft. Ketika sesi tanya-jawab, hampir seluruh peserta mengacungkan tangan, termasuk saya. Sayangnya saya tidak dipilih. Selepas talkshow, kami dihidangkan makan malam. Istimewa banget seh pokoknya.

Sepulang dari gedung Kemenparekraft, kami semua kembali ke Wisma Ragunan untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD). Di perjalanan menuju wisma, mayoritas dari kami tidur di dalam bus, dan itu memang disunahkan oleh kakak Volunteer, tenaga sukarela yang merupakan alumni FOR 1-4. Yang kerennya lagi dari acara FOR adalah setiap perjalanan selalu dikawal polisi. Alhasil, saya merasakan 2 hal istimewa, yakni pertama serasa seperti pejabat penting negara. Kedua, perjalanan bebas macet. Hehe. Setibanya di wisma, kami lansung melakukan FGD tentang Merah Putih Gaya Gue (MPGG), yaitu aksi sederhana yang menunjukkan kecintaan kita terhadap bangsa. Setelah selesai, kami semua kembali ke kamar masing-masing untuk tidur. Hari pertama pun selesai.

Berkunjung ke Allianz
Hari kedua kami beragkat pukul 04.45 WIB karena ada jadwal senam bareng Dahlan Iskan di pelataran Monas. Sesampainya di Monas, kami mengikuti senam bersama bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah cukup berumur yang dikomandoi oleh Pak Dahlan Iskan sendiri. Gerakan yang lucu membuat kami tertawa dan berteriak selama senam. Setelah sesi foto bersama, kami langsung meluncur menuju Allianz Building untuk mengikuti agenda hari kedua, yakni Workshop tentang My Finance Coach plus jamuan makan siang. Di sana kami diajari cara berinvestasi sebagai bekal di masa mendatang.

Menko Koperasi dan UKM
Layaknya pejabat banyak acara, kami meninggalkan Allianz dan langsung menuju ke Gedung Jamsostek untuk mengikuti Meet the CEO. Di Jamsostek, kami mendapatkan pengetahuan tentang pergantian PT.Jamsostek menjadi BPJS yang nantinya akan menjadi payung bagi seluruh tenaga kerja, baik formal maupun informal, di seluruh Indonesia. Selesai foto bersama, kami meluncur ke Dapur Sunda Resto untuk makan malam plus diskusi bersama kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tidak hanya itu, di sana kami juga berdialog dengan Menteri Koperasi dan UKM. Pada sesi tanya-jawab, saya mendapatkan kesempatan untuk bertanya. Malamnya, kami kembali ke wisma untuk melanjutkan FGD MPGG di daerah masing-masing. Setelah itu, kami semua ke kamar masing-masing untuk beristirahat guna melanjutkan hari ketiga.

Hari ketiga kami dijadwalkan mengunjungi PT. Coca-Cola Amatil dan PT. Microsoft Indonesia. Kami berangkat dengan dibagi 2 kelompok, yakni Bus 1-3 bertemu PT. Coca-Cola Amatil, sedangkan Bus 4-5 mengunjungi PT. Microsoft Indonesia. Kebetulan saya kebagian bertemu PT. Coca-Cola Amatil di Blok M Plaza. Kami tidak jadi mengunjungi pabrik pembuatan Coca-Cola karena terjadi demo buruh di PT. Coca-Cola Amatil yang mengakibatkan direkturnya mengalami luka-luka. Oleh karena itu kunjungan dialihkan ke Blok M Plaza dalam bentuk dialog dengan Kak Army, bagian pemasaran. Di sana kami diberitahu proses pembuatan, sejarah Coca-Cola Amatil dan cara pemasaran.

Puas berdialog dengan PT. Coca-Cola Amatil, perjalanan dilanjutkan ke @america di Pacific Place di daerah Soedirman Central Bussiness District (SCBD). Pengamanan di sana sangat ketat, tas tidak boleh masuk, yang boleh masuk hanya alat tulis, HP dan kamera. Selain itu, kami juga disinari sinar-x. Benar-benar ketat.  Di sana kami dapat meminjam iPad gratis dengan cara memberikan kartu pelajar. Enak, bukan?

Riuh di @america
Di @america, kami diagendakan untuk berdialog dengan Edward Dunn dari kedutaan besar Amerika untuk Indonesia dengan tema “I want to be a Diplomate”. Para peserta sangat antusias ketika menyimak pemaparan dari Edward dan ketika sesi tanya-jawab. Ternyata banyak di antara para peserta yang ingin menjadi duta besar. Semoga tercapai, amin. Dialog dilanjutkan dengan tema “Strategi Meraih Beasiswa di Amerika” oleh alumni penerima beasiswa di Amerika. Beliau mengatakan ada banyak hal penting yang dapat mempermudah kita untuk mendapatkan beasiswa, salah satunya adalah berorganisasi.

Puas bertanya dan bermain iPad, kami meluncur ke wisma untuk melakukan FGD terakhir tentang aksi bersama dan persiapan cultural performance. DIY, Jateng dan Jatim digabung menjadi satu dalam melakukan aksi, yakni aksi Buku Ajaib. Buku Ajaib merupakan aksi pengumpulan buku untuk meningkatkan minat baca masyarakat yang rendah. Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 2014, seluruh alumni FOR 5 di seluruh Indonesia akan melakukan aksi Sejuta Koper (Koin Pelajar) untuk Indonesia secara serempak. Nantinya, koin itu akan disalurkan ke sekolah-sekolah yang kurang memadai.

Hari terakhir
Hari keempat pun tiba. Kami semua memakai pakaian adat di loby Blok M Plaza. Di loby tersebut nantinya akan diadakan Festival Seni dan Kuliner Nusantara. Kuliner yang tersedia merupakan makanan khas daerah masing-masing yang dibawa dari tiap provinsi. Di panggung tengah, para peserta yang dibalut pakaian adat menampilkan cultural performance-nya masing-masing. Acara berlangsung dari pukul 09.00-22.00 WIB. Tak jarang tepuk tangan para pengunjung Blok M Plaza terdengar tatkala para peserta melakukan gerakan indah dari penampilannya. Delegasi DIY, pun tak kalah meriah dengan menampilkan sebuah opera yang menceritakan pemuda Indonesia yang tergerus globalisasi, namun masih dapat memepertahankan kebudayaannya dengan nama “Opera Van Yogya (OVY). Seusai cultural performance, kami mendapatkan kesempatan menonton film Soekarno gratis yang dihadiri langsung oleh Hanum Bramantyo. Pukul 00.00 film baru selesai dan kami langsung menuju ke wisma untuk beristirahat. Letih sekali.

ARB di Blok M Plaza
Hari kelima adalah hari yang sangat tidak dinantikan oleh para peserta karena itu artinya setelah itu kami akan berpisah. Acara penutupan dilangsungkan di Blok M Plaza yang diawali dengan dialog dengan Abu Rizal Bakrie (ARB) tentang Nasionalisme. Selepas berdialog, acara yang tidak diharapkan tiba. Dimulailah acara penutupan yang ditandai dengan sambutan dari Ketua Panitia. Seketika seusai memberikan sambutan, sontak banyak para peserta yang meneteskan air mata tak kuasa menahan sedih lantaran harus berpisah, begitupun denganku. Hari terakhir juga semakin mengakrabkan kami yang ditandai dengan meminta nomor hanphone atau sosial media antarpeserta.

Sedih-sedihan itu pun berlanjut sampai di wisma. Sebelum benar-benar berpisah, kami melakukan tukar kado yang memang sudah dipersiapkan sejak awal. Kado yang diberikan bebas kepada siapa saja dengan syarat bukan satu provinsi dan satu orang maksimal menerima satu kado. Aku memberikan kado kepada teman akrabku selama di sana, Tunggul dari Jawa Tengah. Dia pun memberikan kadonya kepadaku. Kado itulah tanda terakhir yang kubawa pulang seusai acara FOR 5 di Jakarta. Saya menantikan FOR 6 tahun 2014. Ayo Kreatif demi Indonesia.