Senin, 08 Juli 2013

‘Etika’ yang Tak Seharusnya


Insiden penyiraman air teh yang dilakukan oleh Munarman, juru bicara Front Pembela Islam (FPI), yang menjadi narasumber di salah satu televisi swasta melalui dialog interaktif kepada Thamrin AT, sosiolog UI yang juga menjadi narasumber, menuai berbagai kecaman oleh masyarakat. Melalui sosial medianya, mereka menghujat aksi yang dinilai tidak beretika tersebut.


Dalam dialog tersebut, Munarman dan Thamrin AT menjadi narasumber untuk topik penutupan tempat-tempat maksiat menjelang Ramadhan. Dialog tersebut membahas tentang niat polisi untuk menindak tegas ormas yang melakukan sweeping selama bulan Ramadan. Dalam dialog tersebut, terlihat Munarman emosi terhadap Thamrin ketika ia sedang menjelaskan pandangannya, lalu dipotong oleh Thamrin. Akhirnya, ‘tumpahlah’ emosi Munarman yag diwujudkan dalam bentuk penyiraman air teh kepada Thamrin AT.

Dialog tersebut harusnya berjalan damai, tidak perlu ‘memuntahkan’ emosi yang ada. Apalagi, melihat seorang Munarman yang mewakili salah satu ormas Islam. Seharusnya ia dapat lebih berkepala dingin dalam menghadapi lawan bicaranya. Ia telah merusak citra Islam di mata orang awam, dan juga semakin memperburuk citra FPI di mata masyarakat.

Selama ini,masyarakat berpandangan kalau FPI merupakan organisasi tak tahu aturan, anarkis pembuat kerusuhan di mana-mana, radikal dan tidak suka damai. Hal ini berdasarkan beberapa kasus di Indonesia yang selalu memberitakan bahwa FPI selalu ‘menasihati’ melalui jalan kekerasan, seperti menghancurkan tempat-tempat maksiat.

Padahal kalau kita lihat dasar berdirinya FPI tersebut, maka sesungguhnya visi mereka sangatlah mulia. Mereka adalah orang-orang yang sangat peduli akan syari’at Islam dan ingin memberantas kemaksiatan seutuhnya di negeri ini. Niat mulia ini tercoreng dengan beberapa aksi kekerasan dan ditambah lagi penyiraman Munarman kepada Thamrin AT. Gara-gara perbuatan satu oknum, nama seluruh FPI menjadi tercoreng, bahkan nama Islam pun ikut tercoreng.

Sebagai muslim, tentunya kita tahu bahwa Islam mengajarkan kedamaian dan kelemahlembutan kepada kita dalam berbagai hal, tak terkecuali berdialog atau berdidkusi. Rasulullah juga telah mengajarkan kepada kita tata cara berdiskusi yang baik dan benar. “Bukanlah seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih). Hadist ini mengajarkan kepada kita untuk menghindari meluikai perasaan orang lain dalam berdebat.

Islam saat ini sedang dalam kondisi terpuruk, yakni di mana banyak pemberitaan negatif tentang Islam. Seperti pemberitaan terorisme, seringkali dikaitkan atau bahkan diidentikkan dengan Islam. Menggambarkan Islam merupakan agama yang tidak damai. Ini tentu  saja tidak benar, bahwa Isla adalah agama yang sangat mencintai kedamaian. Sebagaimana firman-Nya:

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui,” (QS at-Taubah [5]: 6).

Ayat di atas jelas menerangkan dan memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik dan mengasihi kepada sesama, sekalipun terhadap orang-orang musyrik. Jika kepada orang musyrik saja kita diperintahkan untuk saling mengasihi, maka lebih-lebih kepada sesama muslim. Bahkan, sesama muslim itu sesungguhnya adalah saudara.

Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10)

Jika kita berpegang kepada prinsip Islam dalam bertindak, maka insiden penyiraman yang dilakukan oleh jubir ormas Islam, Munarman, kepada Thamrin AT tidak perlu terjadi. Insiden itu menggambarkan minimnya pemahaman dan penghayatan Islam seorang muslim dalam aplikasi hidupnya. Apalagi, insiden itu juga dapat disaksikan oleh beribu pasang mata. Dengan itu, orang juga akan semakin mengganggap Islam itu benar-benar agama yang tidak gemar kedamaian, terutama bagi orang awam. Dan tidak mustahil insiden itu bakal ditiru oleh anak-anak yang masih polos.

Melalui pengaplikasian ajaran Islam yang menyeluruh, maka hidup ini akan mudah dan terkoodinir secara apik. Sehingga segala sesuatu tidak akan menjadikan seorang muslim beban dan luapan emosi bagi dirinya. Jika tidak, maka statusnya sebagai seorang muslim akan hanya menjadi identitas tanpa makna. Karena Islam telah memberikan koridor yang lurus bagi tiap-tiap muslim yang mengikutinya, sehingga mat Islam mempu dan tidak gelagapan apalagi terpancing emosi dalam pebuatannya. Dan insiden penyiraman ole Munarman kepada Thamrin tidak perlu terjadi. Seharusnya.

2 komentar:

  1. ya begitulah kalo orang-orang yang sok keminter kadang etikanya terlewatkan, bisa jadi dia cuma baca kitabnya aja dari luar tetapi belum meresapi isinya.

    BalasHapus