Senin, 08 Juli 2013

Menuju Indonesia yang Mandiri


Indonesia adalah negara besar yang memiliki begitu banyak potensi, baik itu potensi sumber daya alam, mapun potensi sumber daya manusianya. Sebagai negara agraris dengan jumlah pulau yang mencapai 1800-an pulau dan jumlah penduduknya yang mencapai 230 jutaan, maka Indonesia seharusnya bisa menjadi negara yang maju.


Tetapi kenyataannya sekarang berbeda. Jangankan menjadi negara maju, mempertahankan eksistensi sebagai negara berkembang saja Indonesia mulai terlihat kesusahan. Masih sangat banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal dari sisi ekonomi, Indonesia termasuk negara dengan kondisi ekonomi paling stabil di dunia, terutama di ASEAN. Inflasi yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang tidak mempengaruhi kondisi keuangan Indonesia. Ini menunjukkan sebenarnya dalam masalah ekonomi, Indonesia sudah tidak perlu khawatir lagi.

Kondisi ini semakin diperparah dengan kemunculan perusahaan-perusahaan asing yang mengakibatkan Indonesia ketergantungan terhadapnya. Perusahaan dalam negeri pun akhirnya menjadi mati. Contohnya saja perusahaan tambang emas asal USA, PT. Freeport. Perusahaan yang berdomisili di Indonesia ini mengeksploitasi ‘gunung’ emas di Papua. Parahnya, Indonesia sendiri pun mendapatkan keuntungan dari hasil tambang itu tidak lebih dari 2%. Fakta ini tentu saja menyayat bangsa Indonesia sendiri.

Kalau ada yang berkata Indonesia memiliki tenaga ahli yang kurang, maka saya katakan dengan tegas, tidak! Sekarang ini, jumlah lulusan doktor maupun profesor dari Indonesia semakin banyak. Tiap tahun, Indonesia mengirimkan putera-puterinya yang jumlahnya ratusan ke luar negeri untuk menuntut ilmu. Namun, banyak di antara mereka yang tidak kembali ke Indonesia. Hal ini disebabkan oleh minimnya apresiasi dan fasilitas yang disediakan oleh bangsa Indonesia bagi anak bangsanya.  

Selain itu, faktor gaji juga mempengaruhinya. Seorang pegawai negeri sipil di bidang iptek hanya menerima Rp4 juta dalam gaji resmi, sementara di negara lain pegawai di bidang yang sama bisa menerima Rp 80 juta per bulan. Seorang profesor peneliti pun hanya menghasilkan Rp 6 juta per bulan, angka itu lebih rendah dari gaji seorang kepala sekolah dasar. Sebagai perbandingan, seorang hakim atau petugas pajak di Indonesia bisa bergaji Rp 10 juta per bulan.

Di luar negeri, banyak anak-anak Indonesia yang dilirik untuk berpindah warga negara karena potensi yang dimilikinya untuk membangun bangsa mereka. Namun, Indonesia sebagai ‘orang tua’ dari anak-anak tersebut malah membiarkannya. Kita bisa lihat contohnya, pak Habibie. Beliau adalah salah satu anak bangsa yang potensial dan produktif. Tetapi karena ia merasa tidak dihargai di Indonesia, maka ia memutuskan untuk tinggal di Jerman, meskpun tidak berpindah warga negara.
Jadi, kalau begitu kesimpulannya adalah bangsa Indonesia belum ‘siap’ menerima kontribusi langsung dari tangan-tangan anak bangsa. Indonesia masih menggantungakan nasibnya di tangan asing. Ini sebenarnya terjadi karena masih banyak kasus-kasus penyimpangan yang dilakukan oleh pemimpin bangsa ini, sehingga anggaran yang seharusnya digunakan untuk fasilitas anak bangsa tidak dapat digunakan dengan baik.

Indonesia seharusnya berbenah diri guna menjadi negara yang mandiri. Hal ini sangat penting, karena negara maju adalah negara yang mandiri dan bahkan dijadikan tempat ‘mengadu’ oleh negara lain. Ketika Indonesia telah bisa mengurus dirinya sendiri, maka pasti Indonesia juga bisa mengurusi negara lain. Tetapi jika mengurusi dirinya sendiri saja Indonesia belum mampu, maka negara maju hanyalah sebuah angan-angan. Kerena negara maju itu harus mampu mengayomi negara-negara yang ada di sekitarnya.

Bagaimana caranya menjadi bangsa yang mandiri? Salah satunya adalah sengan cara memproduksi barang-barang secara mandiri dan mengedarkannya secara luas, seperti mobil, pesawat dan lain sebagainya. Untuk telepon selular saja indonesia maasih harus import, padahal telepon selular adalah barang primer di Indonesia. Oleh karena itu, maka Indonesia membutuhkan ilmuwan-ilmuwan yang dapat memandirikan Indonesia. Karena dalam bidang ini, Indonesia sangat tertinggal dibandingkan negara-negara tetangganya.
Jumlah ilmuwan Indonesia hanya 199 per satu juta penduduk. Angka ini masih jauh tertinggal dengan Malaysia yang berasio 503 per satu juta penduduk. Sementara di Singapura mencapai 570 per satu juta penduduk. Bahkan Thailand saja 293 orang per satu juta penduduk. Di bidang ekonomi mungkin Indonesia masih boleh berbangga hati, namun di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), Indonesia seharusnya malu.

Manurut data statistik, dari jumlah doktor yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu 30.000 doktor, 80% di antaranya merupakan doktor di bidang hukum, ekonomi dan ilmu agama. Jumlah yang sangat kontras dengan ilmuwan Indonesia saat ini. Padahal, Indonesia sangat membutuhkan ilmuwan IPTEK untuk memandirikannya.

Oleh karena itulah, saya sebagai anak bangsa memiliki cita-cita untuk mengembangkan dan mendayagunakan potensi ilmuwan Indonesia agar Indonesia dapat menjadi negara maju. Saya yakin, jika anggaran yang ada dioptimalkan dengan sebaik-baiknya, maka sebenarnya ilmuwan Indonesia pasti akan merasakan kenyamanan.

Saya ingin membangun sebuah laboratorium yang besar, seperti CERN di Swiss, sebagai wadah bagi para ilmuwan-ilmuwan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun dapat bekerja sama agar fondasi dan wadah bagi ilmuwan Indonesia terpenuhi.

Alasan utama mengapa banyak ilmuwan Indonesia yang tidak kembali ke Indonesia adalah karena di Indonesia sendiri, mereka tidak memiliki wadah yang sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki dan tuntutan peradaban. Ketika saya di masa depan membangun sebuah laboratorium yang besar lengkap dengan peralatan-peralatan yang canggih, maka saya yakin, akan banyak ilmuwan-ilmuwan indonesia yang akan kembali ke Indonesia. Karena, Indonesia termasuk negara yang memiliki warga negara yang nasionalismenya sangat kuat.

Hal ini harusnya dimanfaatkan oleh Indonesia, karena memang untuk membuat suatu negara itu menjadi negara maju memang ditentukan oleh warga negaranya. Jika warga negaranya bagus, maka baguslah bangsa tersebut. Seperti kata Bung Karno, kita harus Berdikari (Beridiri di atas Kaki Sendiri) yang makna sebenarnya adalah mandiri. Jadi, jalan satu-satunya untuk membuat Indonesia maju adalah dengan menjadi bangsa yang mandiri melalui pemanfaatan ilmuwan-ilmuwan yang sudah ada dan yang akan terbentuk. Ini demi kebaikan bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, mari kita galakkan semangat kemandirian melalui pemanfaatan ilmuwan-ilmuwan Indonesia!


Oleh   : Abiyyu Fathin Derian

7 komentar:

  1. Menuju Indonesia yang mandiri ~ Koq orangnya pada gk mandiri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena terlalu terlena dengan kenikmatan semu yang diimpor dari negara lain :)

      Hapus
  2. bener nih. Yang kurang itu nasionalisme dari bangsa ini. Gimana bangsa ini lebih bangga sama negara sendiri, kalau disetiap iklan tercantum 'asli dari german', 'langsung dari inggris'. Seakan-akan, mutu suatu barang lebih bagus kalau dari luar negeri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju banget! Padahal, kalau sitelusuri, kualitas SDM, SDA dan produk bangsa Indonesia tidak kalah kok dengan bangsa lain :)

      Hapus
  3. Great ! .
    nitip link yaa...
    jodi04.blogspot.com

    BalasHapus
  4. ilmuan kita emang pinter buanget diakui oleh dunia untuk menciptakan sesuatu. masalahnya pada mind set pemerintah gak menghargai cipta karya ilmuan so mereka berbondong-bondong keluar negeri dan mereka hanya terpaku pada akademisi saja mereka belum bisa menjualnya. janganlah terlalu mengharapkan dari pemerintah. tapi jual lah pada swasta yang asli Indonesia toh sama di jual ke orang indonesia dan yang pake kita sendiri juga syukur bisa ke luar negeri.

    untuk pengelolaan SDA kita emang melimpah. tetapi tenaga ahlinya kurang sebab udah di curi sama orang luar. buat swasta indonesia yang mau garap juga udah males duluan oleh birokrasi yang tetek benget bin ribet.

    untuk jiwa nasionalis kalo kata ku dulu sih era 90an jarang banget film atau lagu tentang nasionalisme jadi pemuda sekarang tumbuh di era itu kurang mengerti tentang nasionalisme. karena media juga bisa mempengaruhi orang tentang suatu hal termasuk nasionalisme.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, itu makanya, kita harus berjuang di bidang ilmu kita masing masing guna memajukan negara yang sangat Luar Biasa ini :D

      Hapus