Minggu, 30 Juni 2013

ADAB BERCANDA DALAM ISLAM

Oleh : Ustadz Muhammad Amruddin, Lc
Syari'ah

Bercanda merupakan salah satu hobi semua kalangan, baik itu anak-anak maupun orang tua, laki-laki atau perempuan, penarik becak atau kuli batu, terlebih lagi para generasi muda.
Karena begitu tersebarnya kegemaran dan hobi canda ini di masyarakat Indonesia Raya, sampai-sampai dijadikan profesi oleh sebagian orang. Nah, muncullah di sana grup-grup lawak dan banyolan, ludruk, kelompok musik humor, pantomin, film-film humor, promosi dan media massa yang dihiasi dengan humor. Bukan cuma lewat media audio-visual, bahkan juga lewat karya tulis, dan buku-buku. Lebih ironisnya lagi kegemaran bercanda ini digunakan oleh sebagian kiai dan ustadz untuk menarik massa, pemanis retorika dalam berceramah dan berkhutbah sehingga menjadi ciri khas bagi dirinya. Tak heran jika disana ada sebagian pelawak dan artis jadi ustadz. Sangat menyedihkan sekali……


Allah ta’ala berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً (الأحزاب : 21(
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah ta’ala”.


Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sosok terbaik dalam menerapkan perintah dan tuntunan Allah Ta’ala. Sekalipun beliau pernah bercanda, namun canda bukanlah kebiasaan rutinnya, apalagi jadi profesinya. Silahkan dengarkan sahabat Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu bertutur dalam menggambarkan pribadi dan akhlak Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
كان طويل الصمت قليل الضحك
 “Beliau banyak diam dan sedikit tertawa” [1].


عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: قالوا : يا رسول الله إنك تداعبنا؟ . قال : نعم غير أني لا أقول إلا حقا
Dari Abu Hurarah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: mereka (para shahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Wahai Rasulullah, apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami ?, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: Benar, hanya saja aku tidak pernah berucap kecuali kebenaran”[2]
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan:

ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ضاحكا حتى أرى منه لهواته إنما كان يتبسم
Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat lidahnya, akan tetapi beliau hanya tersenyum.[3] 


BEBERAPA CONTOH DARI CANDA RASULULLAH Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah memanggil Anas bin Malik dengan “يا ذاالأذنين”[4] , begitu juga beliau mencandai Abu Umair,[5] mencandai seorang pria dusun bernama zahir bin haram[6], menaikkan seorang laki-laki diatas seekor anak  unta[7], dan sering kali bercanda menggoda Aisyah, begitu juga beliau memerintahkan Jabir untuk mencari yang masih gadis untuk dicandai dan diajak tertawa[8].


HUKUM BERSENDAU GURAU
Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai sosok suritauladan dan panutan, dan beliau juga bercanda sebagaiman tersebut diatas, maka hukumnya adalah mubah bagi mu’min dan mu’minah. Terlebih jika dipandang perlu, seperti mengendorkan suasana yang menegang, mempererat kasih sayang antar anggota keluarga dan lain-lain.
Walaupun bercanda itu boleh, akan tetapi disana ada benang-benang merah yang tidak boleh dilewati yang diletakkan oleh syariat agar kita tidak terlalu jauh melangkah, bahkan melampau batas.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
لا تكثروا الضحك, فإن كثرة الضحك تميت القلب
“Janganlah kalian memperbanyak tertawa karena memperbanyak tertawa bisa mematikan hati” [9].

Diantara hal yang dilarang dalam syariat ketika bercanda adalah:

§   Menyinggung Allah, Rasul-Nya dan syari’at-Nya.
Seperti orang-orang yahudi mengatakan tentang dzat Allah ta’la, bahwasannya tangan Allah itu terbelenggu, atau kaum Nuh u yang mengolok-oloknya, juga orang-orang munafik yang dicap oleh Allah dengan kekufuran karena mereka mengolok-olok Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para shahabat, atau celotehan orang-prang ahlul bida’ dan ahlul ahwa’ yang sangat alergi mendengar kata-kata sunnah. Wal’iyadzubillah….


§   Merendahkan Orang Lain
Baik dengan meniru-niru gayanya agar orang tertawa, atau dengan cara lainnya.

§   Dusta Demi Canda
ويل للذي يحدث فيكذب ليضحك به الناس ويل له ويل له
Celakalah bagi yang berkata dusta agar orang-orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.[10]


Demikian, mudah-mudahan bisa menjadi bahan renungan agar kita tidak kebablasan dalam bercanda, sehingga hati kita menjadi mati-Wal’iadzubillah- dan tertutup dari jalan hidayah. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar