Jumat, 22 Maret 2013

Peran Kader Mu'allimin dalam Rumah Besar Muhammadiyah

Madrasah Mu'allimin Muh YK
Tanggal 21-22 Maret 2013 lalu saya mengikuti Pelatihan Kefasilitatoran yang dilaksanakan oleh PD IPM Kota dan Kab, sebenarnya sih Kak Jamal yang mengurusnya, hehe. Salah satu materinya adalah tentang "Peran Kader Mu'allimin dalam Rumah Besar Muhammadiyah" yang disampaikan oleh Kak Hanan Waskitha*. Berikut materinya :

Berbicara tentang "Posisi Mu'allimin pada perkaderan IPM dalam rumah besar Muham,madiyah" menjadi sebuah dilema. Ketika berkaca kepada keadaan sekarang, seolah-olah hanya akan berujung kepada romantisme sejarah tentang keberhasilan Mu'allimin di masa lalu, ketika limpahan lulusannya menjadi tokoh Muhammadiyah bahklan hingga tingkat pusat.



Sejak sekitar 82 tahun yang lalu, menurut Din Syamsuddin dalam peresmian Gedung Baru Mu'allimaat (23/12/2012), Madrasah Mu'allimin maupun Mu'allimaat telah didesain untuk melahirkan cendikiawan muda, dengan telah banyak melahirkan alumni yang menjadi tumpuan Persyarikatan Muhammadiyah, ketua umun PP 'Aisyiyah yang kebetulan juga hadir dalam acara tersebut, juga merupakan lulusan dari Madrasah Mu'allimaat Muhammadiyah, dan kader-kader lain yang telah mewarnai Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan 'Aisyiyah. Terlepas dari 'Aisyiyah (karena Mu'allimin tidak pernah menyuplai kader ke 'Aisyiyah), Mu'allimin saat ini seakan kekurangan figur kader alumni. Hanya Buya Syafi'i Ma'arif yang sering disebut lantaran sempat menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah. Sekarang bisa dilihat berapakah alumni almamater kita di antara 13 ketua PP Muhammadiyah?

Memang kuantitas alumni di Mu'allimin tidak bisa menjadi satu-satunya tolak ukur penilaian kualitas kader Mu'allimin, namun dari realita tersebut, posisi Mu'allimin sebagai Sekolah Kader Muhammadiyah semakin dipertanyakan. Jika kader Mu'allimin yang ribuan tersebut tidak berada dalam rumah besar Muhammadiyah, lantas sebenarnya selama ini Mu'allimin menyetok kader untuk siapa?


Dalam lingkup IPM Kader Mu'allimin 2009 silam, IPM Mu'allimin sempat merampas IPM Jogja Award sebagai bukti ketangguhan. Namun beberapa tahun pembuktian tersebut gagal terulang. IPM Mu'allimin masih harus mengakui saudari dekatnya, IPM Mu'allimaat, dan tetangga jauhnya, SMA Muahhammadiyah 1 Yogyakarta. Walau begitu Mu'allimin masih bisa sedikit berbangga karena banyak kadernya yang berkiprah dan mengadakan perubahan di IPM daerah dan wilayah masing-masing, khusunya di DIY sendiri. Berkaca dari realita terakhir, maka standar kader Mu'allimin idealnya tidak bisa disejajarkan dengan kader sekolah lain, mengingat Mu'allimin didesain untuk memenuhi kebutuhan nasional. Mu'allimin sebagai standar kader nasional mutlak harus menjadi yang terdepan mengawali perubahan ini.

Secara umum, ada 2 kebutuhan mendesak yang harus dibenahi dalam rangka peningkatan kualitas kader. Yang pertama adalah penanaman kembali spirit dan nilai ber-Muhammadiyah, sebab 2 unsur tersebut (red : spirit dan nilai)sudah mulai hilang. Sebagia contoh coba tanyakan kepada siswa Mu'allimin tentang sejarah berdirinya muhammadiyah dan IPM. Mengapa didirikan? Apa spirit dan nilai di balik berdirinya? Bisa akan banyak jawaban seadanya, padahal nilai dan spirit itu dahulu telah m,enginspirasi banyak orang untuk bergerak ikhlas, berbeda jauh dengan jawaban sebagaimana dipahami sebagian besar kader saat ini. Bagaimanapun juga, berdirinya IPM tidak lepas dar spirit siswa Mu'allimin (SKM) terhadap misi dakwah Muhammadiyah di lingkungan pemuda dan pelajar.

Setiap kader sejatinya memiliki kewajiban mengisi kepala dengan keilmuan-keilmuan. Sebagai contoh adalah Buya Syafi'i Ma'arif dan Amin Rais yang selalu membaca untuk meningkatkan wawasan sebagai seorang kader. Buya Syafi'i pernah mengatakan bahwa saat berda diAmerika, beliau membaca 12 jam sehari, dan itu masih kalah dengan Amin Rais yang sanggup membaca 18 jam sehari. Tentu saja dengan kebermbangan antara ilmu umum dan ilmu agama. Perhatikan hadits di bawah ini :

"Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabutnya begitu saja dari manusia, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mencabut( nyawa) para ulama', sehingga ketika Allah tidak meninggalkan seorang ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin aynag biodoh, yang apabila ditanya, mereka akan membeerikan fatwa tanpa didasarkan ilmu, lalu mereka pun sesat serta menyesatkan" (Shahih Muslim No. 4828)

Penulis bisa memastikan hadits di atas pernah diajarkan kepada setiap siswa Mu'allimin. Hadits di atas menjadi penguat bahwa kader yang tidak memiliki ilmu kuat hanya akan sesat dan menyesatkan. Kader dapat didefinisikan sebagai "penggerak inti ikatan", maka janagbn berharap ummat akan terbangaun sempurna jika kade Mu'allimin hanya akan menyesatkan. Kualitas ilmu ini menjadi kunci awal kebangkitan kader Mu'allimin sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi'i ,

"Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu. Dan barang siapa yang mengimnginkan kehidupan akhirat, maka itupun harus dengan ilmu"

Yang kedua adalah peningkatan kualitas manajemen organisasi, baik dari sisi adminidtrasi, maupun personal. Dapat dilihat dari realita IPM Jogja Award, ketidakberhasilan IPM Mu'allimin memboyong kembali gelar IPM "IPM Teladan" tersebut lebih dikarenakan lemahnya manajemen organisasi, khususnya dibidang administrasi. Kenyataannya IPM Mu'allimin telah lebih baik menjalankan program yang ada, namun jika tidak dibarengi administrasi yang mantap, maka limpahan program itu, hanya dianggap sebagai mainan belaka yang tidak berarti. Hal itu wajar saja, karena administrasi adalah bukti nyata sebuah organisasi yang telah menjalankan program secara profesional. Prestasi IPM menyabet OKP terbaik se-Indonesia dan se-ASEAN pun tidak terlepas dari peran administrasi. Memang pada kenyataannya, kesuksesan tidak semata ditemtukan administrasi, prioritas utama tetaplah keilmuan sebagaimana dijelaskan pada poin sebelum ini. Namun sebagai kader transformatif yang dituntut mampu berkembang di zaman apapun, administrasi menjadi poin penting peningkatan kualitas IPM Mu'allimin untuk menjadi Standar Nasional.

Yang terakhir, Muhammadiyah jangan hanya menjadi penonton dalam kondisi bangsa yang terpuruk, kader-kader Muhammadiyah harus mempu mengisi dan tampil sebagai pemimpin untuk dapat bebuat lebih baik pada setiap kebijakan publik dalambingkai keislaman yang indah, dan IPM Mu'allimin tetap harus menjadi yang terdepan !

oleh : *Hanan Waskitha (Alumni Mu'allimin tahun 2011 dan PR IPMK Mu'allimin, serta aktif di KDI PD IPM Sleman)

Dari wacana di atas, maka perlulah kita kiranya untuk kembali merenungi eksistensi keberadaan kita dan Mu'allimin dalam rumah besar Muhammadiyah.


Abiyyu Fathin Drerian
Anak Panah dari MEDAN

0 komentar:

Posting Komentar